TOP NEWS

Mitra Dakwah

07 Mei 2012

Kewajiban Menegakkan Khilafah Islamiyyah



Hukum Mengangkat Khalifah
Hukum mengangkat seorang imam (khalifah) adalah wajib. Imam Syaukani, dalam kitab Nail al-Authar mengatakan:
"Jumhur ulama berpendapat bahwa mengangkat imam hukumnya adalah wajib. Namun, mereka berbeda pendapat dalam menetapkan, apakah kewajiban itu ditetapkan secara 'aqliy atau syar'iy. Sebagian menyatakan wajib secara 'aqliy. Menurut al-Jahidz, al-Balkhiy dan Hasan al-Basriy, kewajiban mengangkat imam itu ditetapkan secara akal dan syar'iy."
Imam Qurthubiy, dalam Tafsir Qurthubiy menyatakan:
"Tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya mengangkat khalifah di kalangan umat Islam dan juga di kalangan imam madzhab, kecuali pendapat yang dituturkan oleh orang yang tuli terhadap syariat (al-'asham), dan siapa yang mempropagandakan atau mengikuti pendapat dari madzabnya.”
Imam al-Mawardiy, dalam kitab al-Ahkaam al-Sulthaniyyah menyatakan:
"Menegakkan Imamah di tengah-tengah umat merupakan kewajiban yang didasarkan pada ijma' shahabat.."
Abu Ya'la al-Firaiy dalam kitab al-Ahkaam al-Sulthaaniyyah berkata:
"Hukum mengangkat seorang imam adalah wajib. Imam Ahmad, dalam sebuah riwayat yang dituturkan oleh Mohammad bin 'Auf bin Sofyan al-Hamashiy, menyatakan, "Fitnah akan muncul jika tidak ada imam yang mengatur urusan manusia."
Dalam kitab al-Siyasah al-Syar'iyyah, Imam Ibnu Taimiyyah berpendapat:
"Usaha untuk menjadikan kepemimpinan (khilafah) sebagai bagian dari agama dan sarana untuk bertaqarrub kepada Allah adalah kewajiban. Taqarrub kepada Allah dalam hal kepemimpinan yang dilakukan dengan cara mentaati Allah dan RasulNya adalah bagian dari taqarrub yang paling utama…." Imam Ibnu Taimiyyah dalam kitab yang sama juga menyatakan: "Bahkan, agama ini akan tegak tanpa adanya khilafah Islamiyyah.."
Ibnu Khaldun, dalam Muqaddimah berkata:
"Sesungguhnya, mengangkat seorang imam (khalifah) adalah wajib. Kewajibannya dalam syariat telah diketahui berdasarkan ijma' shahabat dan tabi'in. Tatkala Rasulullah saw wafat, para shahabat segera membai'at Abu Bakar ra dan menyerahkan pertimbangan berbagai macam urusan mereka kepadanya. Demikian pula yang dilakukan kaum Muslim pada setiap masa setelah Abu Bakar. Untuk itu, pada setiap masa yang ada, tidak pernah terjadi anarkhisme di tengah-tengah umat manusia. Kenyataan semacam ini merupakan ijma' yang menunjukkan adanya kewajiban mengangkat seorang imam (khalifah)."
Ibnu Hazm dalam kitab al-Fashl fi al-Milaal wa al-Ahwaa' wa al-Nihaal mengatakan:
"Mayoritas Ahlu Sunnah, Murji'ah, Syi'ah, dan Khawarij bersepakat mengenai wajibnya menegakkan imamah (khilafah). Mereka juga bersepakat, bahwa umat Islam wajib mentaati imam adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka dan memimpin mereka dengan hukum-hukum syariat yang dibawa Rasulullah saw."
Al-Haitsamiy dalam al-Shawaa`iq al-Muhriqah berpendapat:
"Ketahuilah, para shahabat ra telah bersepakat, bahwa hukum mengangkat imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman nubuwwah (kenabian) adalah wajib. Bahkan, mereka telah menjadikan hal ini sebagai kewajiban yang terpenting. Buktinya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban tersebut, dan menunda penguburan jenazah Rasulullah saw."
Imam Nawawiy, dalam Syarah Muslim berkomentar:
"Mereka (imam madzhab) telah bersepakat, bahwa kaum muslim wajib mengangkat seorang khalifah."
'Abdurrahman 'Abdu al-Khaaliq, dalam bukunya al-Syura, mengatakan:
"Imamah al-'Amah (kepemimpinan umum) atau khilafah adalah institusi yang dibebani tugas untuk menegakkan syariat Allah swt, memutuskan hukum dengan KitabNya, menjalankan urusan kaum muslim, memperbaiki keadaan mereka, dan melancarkan jihad terhadap musuh mereka. Tidak ada perbedaan pendapat diantara kaum muslim mengenai kewajiban tegaknya Khilafah dan keharusan eksistensinya (keberadaannya). Mereka akan mendapatkan dosa jika lalai dari upaya mendirikannya."
'Abd al-Qadir al-Audah, dalam bukunya al-Islaam wa Awdla'unaa al-Siyaasiyah, menyatakan:
"Khilafah dianggap sebagai salah satu kewajiban diantara fardlu kifayah yang lain, seperti halnya jihad dan peradilan (qadla'). Jika kewajiban ini telah dilaksanakan oleh orang yang memenuhi syarat, maka gugurlah kewajiban ini dari seluruh kaum muslim. Akan tetapi, jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka seluruh kaum Muslim berdosa hingga orang yang memenuhi syarat dapat melaksanakan kewajiban Khilafah ini. Sebagian 'ulama berpendapat, bahwa dosa hanya menimpa dua golongan saja dari kalangan kaum muslim; yakni pertama, ahlu al-ra'yi (kalangan ulama) hingga mereka mengangkat salah seorang dari kaum muslim sebagai khalifah; kedua, orang-orang yang telah memenuhi syarat sebagai khalifah hingga seorang dari mereka terpilih sebagai khalifah. Pendapat yang benar adalah; dosa tersebut akan menimpa seluruh kaum muslim. Sebab, seluruh kaum Muslim telah menjadi obyek taklif (khithab) dari syariat, dan mereka berkewajiban untuk menegakkannya….Jika pemilihan khalifah ini diserahkan kepada satu golongan dari kalangan kaum muslim, maka kewajiban seluruh umat adalah mendorong golongan tersebut untuk menunaikan kewajibannya. Jika tidak, umat turut memikul dosanya…"
Dr. Mahmud al-Khalidiy, dalam bukunya Qawaa'id Nidzaam al-Hukm fi al-Islaam, mengatakan:
"Tidak ada kehinaan yang menimpa kaum Muslim –yang menjadikan mereka hidup di pinggiran dunia--, mengekor berbagai umat, dan terbelakang dalam sejarah, kecuali kelalaian mereka dalam berjuang untuk mendirikan Khilafah, serta tidak bersegeranya mereka untuk mengangkat seorang Khalifah bagi mereka. Semua ini dikarenakan adanya kewajiban untuk selalu terikat dengan hukum syariat yang telah menjadi perkara yang sudah lazim (ma'lum min al-diin wa al-dlarurah), seperti halnya sholat, puasa, dan haji. Melalaikan tugas untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam adalah kemaksiyatan terbesar. Untuk itu, mengangkat seorang khalifah bagi kaum muslim adalah kewajiban dan merupakan keharusan dalam rangka menerapkan hukum-hukum syariat atas kaum muslim, dan mengemban dakwah Islam ke seluruh pelosok dunia."
Pendapat-pendapat senada juga diketengahkan oleh 'ulama-'ulama terkemuka, misalnya, Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Muslim, al-Tirmidziy, al-Thabaraniy, serta ashhaab al-sunan yang lainnya; Imam al-Zujaj, al-Baghawiy, Imam Zamakhsyariy, Ibnu Katsir, Imam Baidlawiy, Imam Al-Thabariy, Qalqasyandiy, dan lain-lain.
Dalil-dalil Mengenai Wajibnya Mengangkat Seorang Khalifah
Dalil Al-Quran
Al-Quran tidak menyatakan secara eksplisit perintah untuk mengangkat seorang pemimpin atau khalifah. Al-Quran hanya menyatakan secara implisit mengenai perintah untuk mengangkat seorang khalifah. Meskipun dinyatakan secara implisit (berdasarkan mafhum), akan tetapi kekuatan hukumnya tidak kalah kuatnya dengan nash-nash lain yang disebutkan secara eksplisit. Bahkan, nash-nash yang berbicara tentang wajibnya mengangkat seorang khalifah, makna kontekstualnya telah melekat dengan makna tekstualnya. Allah swt berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kalian. Kemudian, jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”[al-Nisaa’:59]
Imam Qurthubiy dalam Tafsirnya, menyatakan:
"Setelah ayat sebelumnya (surat al-Nisaa':58) memerintahkan para wulaat (penguasa) untuk menunaikan amanat dan mengatur urusan masyarakat dengan adil, ayat ini diawali dengan perintah kepada rakyat agar mereka, pertama, mentaati Allah swt dengan cara melaksanakan seluruh perintahNya dan menjauhi laranganNya; kedua, mentaati RasulNya, yakni dalam semua hal yang diperintahnya maupun yang dilarangnya; ketiga, mentaati para pemimpin (umaraa')."
Secara tekstual ayat ini hanya berisikan perintah untuk mentaati ulil amriy (khalifah). Akan tetapi, perintah untuk mentaati ulil amriy, sekaligus merupakan perintah untuk mengangkat seorang ulil amriy (khalifah). Ini bisa dimengerti karena, kewajiban untuk taat kepada ulil amriy tidak mungkin bisa terlaksana jika belum terangkat seorang ulil amriy. Dengan kata lain, perintah untuk taat kepada ulil amriy, memestikan pula perintah untuk mengangkat seorang ulil amriy. Bahkan, mengangkat ulil amriy harus dilaksanakan terlebih dahulu, agar perintah taat kepada ulil amriy bisa ditunaikan. Sebab, ketaatan tidak mungkin diberikan kepada ulil amriy yang ghaib atau belum diangkat secara legal.
Walhasil, ayat di atas merupakan perintah yang tegas bagi kaum muslim untuk mengangkat seorang imam (khalifah).
Selain itu, Allah SWT telah memerintahkan kaum muslim untuk menerapkan hukum-hukum Allah secara menyeluruh dan sempurna. Allah swt berfirman:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
"(Dan) Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka dengan apa yang telah diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah engkau terhadap fitnah mereka yang hendak memalingkan engkau dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu." (al-Maidah:49).
Di samping itu, terdapat ratusan ayat yang berhubungan dengan masalah politik (kenegaraan) secara langsung.
Dalil Sunnah
Di dalam sunnah, banyak dituturkan riwayat-riwayat yang menjelaskan secara rinci wajibnya kaum muslim mengangkat seorang pemimpin negara yang akan mengurusi urusan mereka. Nash-nash ini jumlahnya sangat banyak dan diriwayatkan oleh banyak ahli hadits. Rasulullah saw bersabda, artinya:
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ
"Siapa saja yang telah membai'at seorang imam (khalifah), lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaknya ia menta'atinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain hendak merebutnya maka penggallah leher itu".[HR. Muslim]
Diriwayatkan dari Nafi' yang berkata: "Abdullah bin 'Umar pernah berkata kepadaku:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Siapa saja yang melepas tangannya dari keta'atan kepada Allah, niscaya ia akan berjumpa di hari kiamat tanpa memiliki hujah. Dan siapa saja yang mati sedangkan dipundaknya tidak ada bai'at, maka matinya adalah mati jahiliyyah."
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Hazim yang mengatakan:
قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ خَمْسَ سِنِينَ فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
"Aku telah mengikuti majelis Abu Hurairah selama 5 tahun, pernah aku mendegarnya menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW. Yang bersabda: "Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan ada banyak khalifah." Para shahabat bertanya, "Apakah yang engkau perintahkan kepada kami?" Beliau menjawab, "Penuhilah bai'at yang pertama, dan yang pertama itu saja." Berikanlah kepada mereka haknya karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka terhadap rakyat yang dibebankan urusannya kepada mereka."
مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ إِلَّا لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Tidaklah seorang hamba yang Allah telah menyerahkan kepadanya urusan rakyat, tidak mengaturnya dengan nasehat kecuali ia tidak akan akan mencium bau surga.”(HR. Bukhari)
سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا
Akan ada pemimpin yang kalian ikuti dan kalian ingkari. Barangsiapa mengikutinya maka ia celaka, namun barangsiapa mengingkarinya ia selamat, akan tetapi barangsiapa ridlo dan mengikuti.” Para shahabat bertanya, “Tidakkah kami perangi mereka? Rasul menjawab, “Jangan! Selama mereka masih sholat.”[HR. Bukhari]
Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil yang sangat jelas, wajibnya kaum muslim mengangkat seorang kepala negara (khalifah). Lebih dari itu, siapa saja yang di pundaknya tidak ada bai’at maka matinya adalah mati jahiliyyah.
Ijma' Shahabat
Bukti lain yang menunjukkan bahwa mengangkat seorang khalifah merupakan bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam, adalah perilaku para shahabat radliyallahu 'anhum. Sejarah mutawatir telah menunjukkan kepada kita, bahwa setelah Rasulullah saw wafat, para shahabat berbagi tugas menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, sibuk mengurusi jenazah Rasulullah saw. Sebagian kelompok lain pergi ke Saqifah Bani Sa’idah untuk memilih calon pengganti Rasulullah saw. Kaum Muhajirin dan Anshor saling berargumentasi menunjukkan kelebihan masing-masing. Akhirnya, pertemuan Saqifah berhasil mengangkat (membai’at) Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah pengganti Rasulullah saw. Setelah selesai melakukan pemilihan khalifah, mereka segera kembali ke kediaman Rasulullah dan segera menyelenggarakan jenazah beliau saw. Waktu itu, jenazah Rasulullah saw baru disemayamkan setelah 2 hari tiga malam, yakni setelah pemilihan di Saqifah selesai. Ini menunjukkan bahwa para shahabat sangat konsens dalam mengurusi persoalan ini (kekhilafahan). Al-Haitsamiy dalam al-Shawaa`iq al-Muhriqah menyatakan:
"Ketahuilah, bahwasanya para shahabat ra telah bersepakat, bahwa hukum mengangkat imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman nubuwwah (kenabian) adalah wajib. Bahkan, mereka telah menjadikan hal ini sebagai kewajiban yang terpenting. Buktinya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban tersebut, dan menunda penguburan jenazah Rasulullah saw."
Berdasarkan penjelasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa mengangkat seorang khalifah, atau menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah merupakan kewajiban atas kaum Muslim.
Tantangan Penegakkan Khilafah di Indonesia
Tantangan Internal
  1. Mayoritas kaum Muslim masih awam dan asing dengan syariat Islam. Jangankan memahami hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan urusan masyarakat dan Negara, memahami syariat Islam yang menyangkut kehidupan pribadi dan ibadah ritual saja masih lemah dan awam. Bahkan, tidak sedikit dari kalangan umat Islam yang hanya KTP-nya saja Islam, namun mereka telah meninggalkan sebagian besar syariat Islam. Tidak jarang juga mereka salah paham terhadap penerapan syariat Islam, bahkan memusuhi upaya-upaya penerapan syariat Islam dalam ranah masyarakat dan Negara karena keawaman dan kebodohan mereka terhadap ajaran Islam.
  2. Munculnya kelompok, partai politik, gerakan yang justru menghambat upaya-upaya penerapan syariat Islam. Tidak hanya itu saja, mereka juga membuat propaganda negative terhadap syariat Islam dan para pengembannya. Mereka berusaha menjauhkan umat Islam dari syariat Islam dan orang-orang yang mengusungnya. Tidak terhenti di situ saja, mereka justru menyebarkan paham, gagasan, ide, dan sistem hukum yang sejatinya justru bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah. Padahal, mereka adalah anak-anak kaum Muslim yang mengaku beriman kepada Allah swt dan RasulNya.
  3. Munculnya kaum opportunis yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok, dan rela menjadi agen dan antek musuh-musuh Islam dan kaum Muslim. Kelompok semacam ini rela menjual agama dan menyerahkan saudaranya kepada musuh-musuh Islam dan kaum Muslim hanya untuk mendapatkan imbalan materi yang tidak seberapa besarnya. Materi adalah tujuan dan standar hidup mereka.
  4. Adanya penguasa-penguasa kaum Muslim yang justru menerapkan dan menjadi penjaga setia system kufur. Sebenarnya, mereka adalah sekelompok kaum Muslim yang dianugerahi kekuatan dan kekuasaan untuk mengatur rakyat dengan syariat Islam. Namun, mereka justru menerapkan system kufur dan perundang-undangannya, serta bersikap represif terhadap "upaya penerapan syariat Islam". Mereka lebih rela mengorbankan kepentingan kaum Muslim untuk mendapatkan keridloan orang-orang kafir.
  5. Lemahnya peran ulama. Para ulama yang diharapkan menjadi penjaga Islam dan kaum Muslim dari berbagai kerusakan, penyimpangan, dan penyesatan, justru belum menunjukkan kiprahnya secara optimal. Kesadaran politik mereka lemah, dan "kurang berani" mengkritik dan mengoreksi" para penguasa yang jelas-jelas melakukan penyimpangan. Bahkan, ada ulama yang jelas-jelas memberikan dukungan kepada penguasa dan antek-anteknya; dan lain sebagainya.
Tantangan Eksternal
1. Adanya serangan pemikiran yang terus dilancarkan oleh kaum kafir untuk merusak ‘aqidah umat Islam, dan meragukan mereka dari agama Islam. Serangan pemikiran ini juga ditujukan untuk menjajakan pemikiran, gagasan, dan ide kufur mereka ke negeri-negeri kaum Muslim.
2. Adanya propaganda hitam kaum kafir untuk membunuh karakter Islam dan kaum Muslim. Kaum kafir terus merusak keagungan ajaran Islam, serta membunuh karakter para pengemban dakwah mukhlish dengan mendiskreditkan mereka, serta menjelek-jelekkan nama mereka di tengah-tengah kaum Muslim.
3. Dominasi kaum kafir di bidang ekonomi, politik, dan lain sebagainya di negeri-negeri Islam melalui penguasa-penguasa yang menjadi antek-antek setia mereka. Negara-negara kafir tidak segan-segan melancarkan agresi militer maupun menjatuhkan penguasa-penguasa yang tidak lagi loyal terhadap mereka, seraya membentuk pemerintahan yang setia dan mendukung kebijakan-kebijakan mereka; dan lain sebagainya.
Peluang
1. Umat Islam mulai menyadari kerusakan dan kebobrokan sistem kufur (kapitalisme), dan adanya keinginan yang sangat kuat untuk kembali kepada syariat Islam dan Khilafah.
2. Kesadaran dan pemahaman umat Islam terhadap syariat dan khilafah sudah mulai meningkat dan menunjukkan angka yang signifikan.
3. Adanya perasaan kolektif pada diri umat sebagai umat yang satu, dan umat yang tinggi.
4. Umat semakin menyadari bahwa penguasa-penguasa mereka merupakan antek-antek serta pengkhianat yang terus mengorbankan kepentingan kaum Muslim demi memenuhi keinginan-keinginan kaum kafir. Tidak hanya itu saja, mereka semakin menyadari bahwa kebanyakan para penguasa di negeri-negeri kaum Muslim tidak menerapkan hukum-hukum Allah, bahkan menjadi penjaga setia system kufur dan kepentingan orang kafir.

2 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus
  2. iya, sepakat. kt hrs senantiasa mengikuti Rasulullah Saw., sbg suritauladan kt. termasuk mengikuti metode Rasulullah Saw., dalam menegakkan Daulah Islam. mmperjuangkan tegaknya islam melalui jalan umat dg mmbentuk kesadaran umum d tengah2 umat hingga umat sadar dan menuntut perubahan ke arah islam. di mulai dengan pembentukan kader yang bersyakhshiyyah islamiyyah melalui pembinaan keislaman, interaksi dg masyarakat menyerukan diterapkannya islam, dan ketika umat sudah sadar terbentuk kekuatan politik di tengah2 umat, maka penerimaan kekuasaan dari umat tdk akan terelakkan lagi.

    BalasHapus