TOP NEWS

Mitra Dakwah

14 Mei 2011

Metode Perubahan Untuk Melanjutkan Kehidupan Islam




Kondisi umat Islam dewasa ini sangatlah buruk sehingga membuat muslim siapa pun merasakan puncak keprihatinan dan kesedihan yang tiada tara. Umat Islam ditimpa kebodohan, kemiskinan, terpecah-belah, dan terjauhkan dari nilai-nilai Islam. Yang lebih memilukan lagi, sejak hancurnya Khilafah Utsmaniyah di Turki tahun 1924, negeri-negeri Islam dengan sendirinya menjadi Darul Kufur yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur yang dipaksakan secara kejam oleh para penjajah kafir dan antek-anteknya dari kalangan penguasa kaum muslimin. Umat Islam setelah itu diharuskan menjalani kehidupan yang tidak Islami (al hayah ghair al islamiyah) setelah sebelumnya mereka mengecap kebahagiaan hidup dalam kehidupan Islam selama berabad-abad lamanya. Islam hanya tinggal sebagai agama ritual yang tak jauh beda dengan agama Nashrani dan agama-agama kafir lainnya. Para penjajah kafir berhasil melaksanakan kehendaknya untuk melakukan sekularisasi, yakni memisahkan agama dari kehidupan dan menjauhkan Islam dari kehidupan bernegara.
Melihat kondisi demikian, maka setiap insan yang memiliki kepekaan nurani dari kalangan umat ini, pasti akan merasakan keharusan adanya perubahan (taghyir) dalam segala hal untuk menyelamatkan umat yang mulia ini dari cengkeraman kekufuran dan kaum kafir, menjauhkan mereka dari keterpecahbelahan, mempersatukan mereka kembali, serta menerapkan kembali Syariat Islam di tengah-tengah mereka sehingga umat ini kembali pada sifatnya yang asli yang telah diwajibkan Allah Azza wa Jalla baginya sebagai umat terbaik (khairu ummah) yang dilahirkan untuk seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman, artinya:
Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kalian memerintahkan yang ma’ruf (yang sesuai syariat) dan melarang dari yang mungkar (yang bertentangan dengan syariat)…” (Qs. Ali-Imran [3]: 110).
Umat Islam yang mengimani Aqidah Islamiyah sebagai pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, sebagai aqidah siyasiyah (pemikiran dasar sebagai asas pengaturan segala urusan manusia), dan sebagai cara pandang tertentu terhadap kehidupan (wijhah an nazhar fi al hayah); wajib untuk mengambil tanggung jawab menyelamatkan dunia dan mengeluarkan dunia dari kegelapan menuju cahaya. Betapa tidak, umat Islam telah menyaksikan dunia seluruhnya telah jatuh dan dipaksa tunduk di bawah penindasan politik dan ekonomi kapitalisme, sehingga dunia tak merasakan apa pun selain penderitaan, penindasan, dan kehinaan.
Upaya penyelamatan dunia itu tak akan terwujud sempurna kecuali dengan pembebasan umat Islam terlebih dahulu dari penindasan dan penjajahan kapitalisme yang membelenggu mereka. Dengan pembebasan umat ini, umat Islam akan dapat melanjutkan kembali kehidupan Islam (isti`naf al hayah al islamiyah) yaitu kembali mengamalkan Islam secara keseluruhan dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq, mu’amalat, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan, politik luar negeri, dan lain-lain.
Akan tetapi pembebasan umat ini pun pada gilirannya tak akan terwujud sempurna kecuali dengan berdirinya negara Khilafah yang memikul kewajiban menerapkan Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dengan jalan dakwah dan jihad si sabilillah.
Masalah utama (qadhiyah mashiriyah) yang harus dihadapi umat Islam adalah bagaimana mereka melanjutkan kehidupan Islam, dengan jalan menegakkan negara Khilafah, yang akan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.
Memang sudah banyak kelompok, gerakan, partai yang berusaha berusaha memperbaiki kondisi umat Islam dengan mencoba memecahkan masalah utama tersebut. Namun usaha-usaha tersebut sejauh ini belum berhasil, sekalipun memang meninggalkan pengaruh bagi orang-orang sesudahnya untuk mengulangi kembali usaha-usaha tersebut. Jika ditilik dengan cermat bahwa sebab utama kegagalannya terpulang selur­uhnya pada empat aspek keorganisasian, yaitu:
1. Gerakan-gerakan tersebut berdiri di atas dasar fikrah (konsep) yang umum tanpa batasan yang jelas, sehingga menjadi suatu pemikiran yang samar atau kabur. Lebih-lebih lagi, pemikiran-pemikiran tersebut tidak jelas dan tidak jernih.
2. Gerakan-gerakan tersebut tidak mengetahui thariqah (metode) penerapan fikrahnya, bahkan fikrahnya diterap­kan dengan cara-cara yang menunjukkan ketidaksiapan gerakan tersebut dan penuh dengan bias. Lebih dari itu, metode gerakan mereka diliputi oleh kekaburan dan ketidakjelasan.
3. Gerakan-gerakan tersebut bertumpu pada orang-orang yang belum sepenuhnya mempunyai kesadaran yang benar. Niat merekapun belum lurus. Bahkan mereka hanyalah orang-orang yang bermodalkan keinginan dan semangat.
4. Orang-orang yang memikul beban tanggung jawab gerakan-gerakan tersebut tidak mempunyai ikatan yang benar. Ikatan di antara mereka hanya sekedar organisasi itu sendiri, yang sekedar memiliki deskripsi tata kerja dari aktivitas yang dilakukan, dan sejumlah istilah yang digunakan sebagai simbol-simbol dan slogan-slogan organisasi.
Oleh karena itu, adalah wajar jika kegagalan-kegagalan usaha ini memunculkan upaya evaluasi dan studi ulang guna mencari metode perjuangan yang lebih baik dengan menghindarkan sejauh mungkin berbagai sebab kegagalan yang pernah terjadi dalam upaya melanjutkan kehidupan Islam.
Titik Awal Upaya Perubahan
Upaya perubahan umat dan masyarakat mana pun tidak akan dapat berlangsung sempurna kecuali harus diadahului dengan setidaknya 3 (tiga) pemahaman berikut: Pertama, pemahaman terhadap fakta umat/masyarakat secara apa adanya untuk kemudian dipandang dan dinilai menurut sudut pandang tertentu. Kedua, pemahaman terhadap metode perubahan yang akan digunakan untuk mengubah masyarakat yang ada menuju masyarakat ideal yang dicita-citakan. Ketiga, pemahaman terhadap kondisi masyarakat ideal yang dicita-citakan di masa depan.
Demikian halnya perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam. Kewajiban untuk melanjutkan kehidupan Islam, adalah hukum syara’. Sedang pengkajian fakta umat atau masyarakat apakah di sana ada kehidupan Islam atau tidak, adalah tahqiq al manath. Demikian pula pengkajian apakah masyarakat yang ada sekarang masyarakat Islam atau bukan, juga apakah negara di mana umat hidup apakah merupakan negara Islam (daulah Islamiyah) atau bukan, adalah aktivitas tahqiq al manath.
Dengan melakukan pengkajian fakta umat Islam saat ini, akan kita dapati beberapa kondisi umat Islam yang ada saat ini. Yang paling menonjol adalah: Pertama, umat Islam tidak hidup dalam Darul Islam, melainkan dalam Darul Kufur (atau Darul Harb). Kedua, umat Islam tidak hidup dalam Daulah Khilafah Islamiyah. Ketiga, umat Islam tidak hidup dalam masyarakat yang Islami.
Metode Syar’i Untuk Melanjutkan Kehidupan Islam
Setelah kita memahami fakta di mana kita hidup, yakni dalam Darul Kufur, tidak hidup dalam Daulah Khilafah Islamiyah, dalam kehidupan yang tidak Islami (al hayah ghairu al islamiyah), dan dalam masyarakat yang tidak Islami (mujtama’ ghairu Islami), maka langkah berikutnya adalah memahami metode syar’i (ath thariq asy syar’i) untuk melanjutkan kehidupan Islam.
Metode ini bersumber dari hukum syara’ dan juga dari teladan Rasulullah SAW dalam perjuangannya mendirikan Daulah Islamiyah dan dalam cara beliau menerapkan hukum syara’ dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Yang demikian itu karena Allah SWT telah mewajibkan kaum muslimin untuk terikat dengan hukum syara’ sebagaimana Allah SWT telah mewajibkan mereka untuk meneladani Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman:
Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suatu contoh yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharapkan (keridhaan) Allah dan hari kemudian, serta banyak mengingat Allah.” (Qs. Al- Ahzab [33]: 21).
3e4”gtf”Katakanlah (Muhammad) 'Apabila kalian mencitai Allah, maka ikutilah aku tentu Allah akan mencintai kalian dan akan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Qs. Ali-Imran [3]: 31).
Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambillah dan apa saja yang dilarangnya, maka tinggalkanlah...” (Qs. Al-Hasyr [5]: 7).
Berdasarkan kajian terhadap fakta yang ada pada saat ini, maka akan kita simpulkan bahwa fakta tersebut serupa sifatnya dengan fakta yang dijumpai Rasulullah SAW di Makkah ketika Allah SWT mengutusnya sebagai rasul kepada seluruh manusia. Rasulullah SAW saat itu hidup dalam Darul Kufur, serta dalam negara dan masyarakat yang tidak Islami. Rasulullah SAW telah melakukan upaya perubahan kehidupan masyarakat sementara beliau berada dalamnya, dan selanjutnya beliau melakukan perubahan kehidupan seluruh umat manusia.
Atas dasar itu, maka metode yang ditempuh Rasulullah SAW dalam melakukan perubahan untuk membentuk kehidupan Islam, adalah satu-satunya metode syar’i yang wajib ditempuh oleh setiap partai atau jamaah Islam dalam perjuangannya.
Berdasarkan kajian terhadap nash-nash syara’ dalam Al Qur`an dan As Sunnah, maka garis-garis besar langkah perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam dapat disarikan sebagai berikut:
(1). Perjuangan wajib berupa amal jama’i (perjuangan berkelompok).
Upaya melanjutkan kehidupan Islam dengan jalan mendirikan Khilafah adalah tugas yang sangat berat yang tidak akan mampu dipikul oleh individu-individu. Karena itu, umat wajib berkelompok (berjamaah) untuk mendirikan Khilafah, sebab tanpa berkelompok tak mungkin kewajiban mulia itu dapat terealisir secara sempurna. Kaidah syara’ menetapkan: Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib
Jika sebuah kewajiban tidak sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.
Selain itu, berdirinya jamaah yang menyeru kepada Islam dan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar adalah wajib pula berdasarkan firman Allah SWT:
(Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada kebaikan (Islam), menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali-Imran [3]: 104).
(2). Perjuangan berupa aktivitas politik (amal siyasi).
Kelompok yang berjuang melanjutkan kehidupan islam tersebut harus beraktivitas dalam politik. Sebab, menegakkan sistem Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah adalah suatu aktivitas politik. Demikian pula usaha mengembalikan penerapan hukum dengan apa yang diturunkan Allah adalah suatu aktivitas politik, dan itu tidak akan mungkin terwujud kecuali berupa aktivitas politik. sehingga metode yang relevan untuk mendirikannya tentunya adalah melalui pendekatan aktivitas politik.
Aktivitas politik ini bukan berarti menghalalkan segala cara, mengubah (tahrif) hukum Islam untuk kepentingan sesaat, bersikap munafik, menjilat penguasa, membohongi rakyat, atau melakukan berbagai tindakan kotor dan tuna susila seperti praktek politik yang ada saat ini. Akan tetapi maksudnya adalah perjuangan yang dilakukan harus selalu mengacu pada aktivitas pemeliharaan urusan umat sesuai dengan hukum-hukum syara’, sebab politik (siyasah) dalam islam adalah pemeliharaan dan pengaturan segala urusan umat menurut hukum-hukum syara’.
Aktivitas politik tersebut diantaranya sebagai berikut:
(1) Pembinaan Tsaqafah Murakkazah (intensif) melalui halqah-halqah untuk para pengikutnya, dalam rangka membentuk kerangka gerakan dan memperbanyak pengikut serta mewujudkan pribadi-pribadi yang Islami, yang mampu memikul tugas dakwah dan siap mengarungi pergolakan pemikiran (ash shiro’ al fikri) serta perjuangan politik (al kifah as siyasi).
(2) Pembinaan Tsaqafah Jama'iyah (kolektif) bagi umat dengan cara menyampaikan ide-ide dan hukum-hukum Islam yang telah ditabanni atau ditetapkan kelompok/partai secara terbuka kepada masyarakat umum. Aktivitas ini dapat dilakukan melalui opini di media massa, seminar, diskusi publik, kajian Islam di masjid/kantor/radio, penerbitan majalah, buletin, buku-buku, nasyrah atau selebaran-selebaran. Aktivitas ini bertujuan untuk mewujudkan kesadaran umum (al wa’yu al ‘am) di tengah masyarakat, agar dapat berinteraksi dengan umat sekaligus menyatukannya dengan Islam; juga untuk menggalang basis dukungan rakyat (qa’idah sya’biyah) sehingga mereka dapat dipimpin untuk menegakkan Daulah Khilafah dan mengembalikan penerapan hukum sesuai dengan yang diturunkan Allah SWT.
(3) Ash Shira'ul Fikri (pergolakan pemikiran) untuk menentang ideologi, peraturan-peraturan dan ide-ide kufur, selain untuk menentang aqidah yang rusak, ide-ide yang sesat dan pemahaman-pemahaman yang rancu. Aktivitas ini dilakukan dengan cara menjelaskan kepalsuan, kekeliruan dan kontradiksi ide-ide tersebut dengan Islam, untuk memurnikan dan menyelamatkan masyarakat dari ide-ide kufur itu, serta dari pengaruh dan dampak buruknya.
(4) Al Kifaahus Siyasi (perjuangan politik) yang mencakup aktivitas-aktivitas:
Membongkar rencana jahat negara-negara kafir dan persekongkolannya dengan penguasa kaum muslim
Melakukan perang pemikiran (membongkar kerusakan Ide-ide Kufur, seperti: Demokrasi, Nasionalisme, Liberalisme, HAM, Globalisasi, dll)
Mengirim delegasi ke lembaga negara dan tokoh-tokoh masyarakat
Mengadopsi gagasan-gagasan untuk memelihara kemaslahatan umat
Menyampaikan kritik, kontrol, dan koreksi kepada penguasa
(5) Menetapkan kemaslahatan ummat (Tabbani Mashalih Al Ummah), yaitu dengan cara melayani dan mengatur seluruh urusan ummat, sesuai dengan hukum-hukum syara'.
Kelompok-kelompok dakwah yang bergerak di luar bidang politik misalnya yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan (a’mal khairiyah), dalam dakwah kepada sifat-sifat akhlak, dan lain-lain, pada hakekatnya tidak berhubungan dengan masalah utama kaum muslimin saat ini. Meskipun itu amal-amal yang masyru’ah, sesuai syariat Islam, akan tetapi tidak mungkin akan mampu mencapai tujuan yang seharusnya diwujudkan kaum muslimin, yaitu menegakkan sistem khilafah dan mengembalikan penerapan hukum dengan apa yang diturunkan Allah.
(3) Partai/kelompok politik yang berjuang wajib mengadopsi ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum Islam
Sebuah partai politik untuk dapat dikatakan sebagai sebuah partai maka wajib mengadopsi (mentabanni) ide-ide tertentu berikut tata pelaksanaannya secara mendetail, sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam perjuangannya, yaitu untuk melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam dengan jalan menegakkan Daulah Khilafah sekaligus mengangkat seorang Khalifah. Hal ini adalah wajib secara syar’i sebab tanpa mengadopsi berbagai ide, pendapat, dan hukum syara’, tidak akan sempurna langkah perjuangannya, baik sebelum maupun sesudah menerima kekuasaan demi menerapkan Islam. Kaidah syara’ menetapkan:
(4) Partai/kelompok politik dalam berjuang wajib selalu terikat dengan hukum syara'
Hukum syara’ adalah asas bagi seluruh tindakan dan aktivitas perjuangan dan standar dalam menentukan sikap terhadap berbagai pemikiran, peristiwa, dan kejadian dalam masyarakat. Terikat dengan syara’ adalah wajib atas individu, kelompok, maupun negara, sesuai kaidah syar’iyah:
Al Ashlu fi al af’al at taqayyudu bi al hukm asy syar’i
Hukum asal perbuatan manusia itu wajib terikat dengan hukum syara.
Oleh karena itu, sikap yang dimunculkan haruslah berterus terang, berani dan tegas serta menentang setiap hal yang bertentangan dengan Islam, baik berupa ideologi, agama, aqidah, pemikiran, persepsi, adat-istiadat dan tradisi sekalipun harus menghadapi fanatisme pengikutnya. Demikian pula harus ditegaskan bahwa menyeru kepada nasionalisme, kesukuan, dan fanatisme golongan/madzhab adalah haram menurut Islam. Wajib berterus terang pula bahwa haram pula hukumnya bagi kaum muslimin untuk mendirikan partai-partai yang menyeru kepada kapitalisme, sosialisme, komunisme, sekulerisme, nasionalisme, dan agama-agama apapun selain Islam; dan atau bergabung dengan suatu partai yang berpemahaman ide-ide kufur seperti di atas.
(5) Partai politik tidak boleh bergabung dengan sistem pemerintahan kufur
Siapa saja yang tidak menerapkan hukum berdasarkan dengan apa yang diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an dan As Sunnah), maka mereka itulah tergolong orang-orang kafir.” (Qs. Al-Maa’idah [5]: 44).
Bergabung dalam sistem pemerintahan kufur berarti melestarikan sistem yang mereka terapkan yang jelas-jelas kerusakan dan kekufurannya. Sebaliknya, yang wajib dilakukan adalah mengguncang posisi mereka, menggugat dan mendobrak sistem perundangan kufur yang mereka terapkan atas kaum kaum muslimin, dalam rangka mengembalikan penerapan dan pelaksanaan hukum-hukum Islam secara total.
Para penguasa muslim yang ada haruslah dianggap orang-orang fasik dan zhalim, karena mereka telah menjalankan hukum-hukum kufur. Adapun penguasa yang mengingkari kelayakan Islam atau salah satu hukum-hukumnya untuk diterapkan, maka dia termasuk orang kafir.
(6) Partai politik wajib berjuang untuk menerapkan Islam secara sempurna (tidak secara parsial dan tidak bertahap).
Partai politik wajib berjuang untuk menerapkan Islam secara keseluruhan yang meliputi seluruh hukum syara', baik yang berkaitan dengan ibadah, mu'amalah, akhlaq maupun peraturan (perundang-undangan), sebagai perwujudan dari firman Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 204).
Hendaklah engkau (Muhammad) putuskan perkara (pengadilan dan pemerintahan) di tengah-tengah mereka itu dengan apa yang diturunkan Allah.” (Qs. Al-Maa’idah [5]: 49).
Dengan demikian, menerapkan seluruh hukum yang diturunkan Allah dan mengambil seluruh apa yang dibawa Rasulullah SAW adalah wajib hukumnya, tidak ada perbedaan antara hukum yang satu dengan hukum yang lain, antara kewajiban yang satu dengan kewajiban yang lain, antara larangan yang satu dengan larangan yang lain karena seluruhnya wajib diterapkan dan dilaksanakan.
Dengan kata lain, tidak boleh menerapkan hukum Islam sebagian (secara parsial) dan meninggalkan sebagian yang lain, sebagaimana tidak boleh menerapkan hukum Islam secara bertahap (tadrij), sebab kita dituntut menerapkan keseluruhannya, secara serentak dan sempurna. Allah SWT berfirman:
Apakah kamu akan beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar kepada sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada Hari Kiamat mereka akan dikembalikan kepada siksa yang amat berat.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 85).
Demikian pula, pada saat kondisi masyarakat bertentangan dengan Islam, tidak diperbolehkan menakwilkan Islam agar sesuai dengan keadaan, sebab usaha ini berarti pengubahan (tahrif) terhadap Islam. Seharusnya, keadaan masyarakatlah yang harus diubah bukan Islamnya yang diubah sehingga keadaan mereka sesuai dengan Islam dan diatur menurut Syari'at Islam.
(7) Partai/kelompok politik tidak boleh menggunakan kekerasan (fisik) dalam perjuangannya.
Meskipun perjuangan dalam berdakwah senantiasa dilakukan dengan dengan cara yang jelas, terang-terangan, dan menantang sesuai yang dilakukan Rasul SAW, akan tetapi aktivitas ini hanya terbatas pada aktivitas-aktivitas politik dan tidak menggunakan cara-cara fisik/kekerasan dalam melawan penguasa, atau siapa saja yang menghalang-halangi dakwahnya, termasuk terhadap mereka yang telah menyiksa anggota-anggotanya.
Hal ini dilakukan, juga untuk meneladani Rasulullah SAW yang membatasi aktivitasnya ketika di Makkah hanya pada dakwah (bil qaul) dengan tidak melakukan aktivitas kekerasan, sampai beliau berhijrah ke Madinah. Ketika delegasi yang melakukan bai'at 'Aqabah II menawarkan kepada beliau, agar diizinkan memerangi penduduk Mina (jama'ah haji dari berbagai qabilah), Rasulullah SAW:
Kita belum diperintahkan melakukan itu (perang).
Allah SWT juga telah meminta agar beliau tetap bersabar terhadap berbagai macam penganiayaan, seperti yang dialami para Rasul sebelumnya. Allah SWT berfirman:
Sungguh telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka tetap bersabar akan pendustaan dan penganiayaan terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. (Qs. Al-An’aam [6]: 34).
(8) Langkah perjuangan partai/kelompok politik wajib meneladani langkah sirah/perjalanan dakwah Rasulullah SAW
Sesuai perjalanan dakwah Rasulullah, partai politik menjalani 3 (tiga) tahapan (marhalah) berikut :
Pertama: Marhalah Tatsqif, yaitu tahap pembinaan dan pengkaderan untuk melahirkan individu-individu yang meyakini pemikiran (fikrah) dan metode (thariqah) partai politik guna membentuk kerangka gerakan.
Kedua: Marhalah Tafa'ul ma'al Ummah, yaitu tahap berinteraksi dengan umat agar umat turut memikul kewajiban dakwah Islam, sehingga umat akan menjadikan Islam sebagai masalah utama dalam hidupnya serta berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpa linglah dari orang-orang yang musyrik.” (Qs. Al-Hijr [15]: 94).
Rasulullah SAW diperintahkan menyampaikan risalahnya secara terang-terangan. Beliau meminta agar mereka beriman kepadanya. Beliau memulai menyampaikan dakwahnya kepada kelompok-kelompok dan kepada individu-individu. Beliau menentang orang-orang Quraisy melawan tuhan-tuhan mereka, aqidah dan pemikiran mereka, mengungkapkan kepalsuan, kerusakan dan kesalahannya.
Tujuan tahapan ini adalah agar umat turut memikul kewajiban menerapkan Islam serta menjadikannya sebagai masalah utama dalam hidupnya. Caranya, yaitu dengan membentuk opini umum (ar ra’yu al ‘am) yang didasarkan pada kesadaran umum (al wa’yu al ‘am) pada masyarakat terhadap ide-ide dan hukum-hukum Islam yang telah ditabanni oleh partai, sehingga mereka menjadikan ide-ide dan hukum-hukum tersebut sebagai pemikiran-pemikiran mereka, yang mereka perjuangkan di tengah-tengah kehidupan, dan mereka akan berjalan bersama-sama partai dalam usahanya menegakkan Daulah Khilafah, mengangkat seorang Khalifah untuk melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Ketiga: Marhalah Istilamil Hukmi, yaitu tahap penerimaanan kekuasaan, dan penerapan Islam secara utuh serta menyeluruh, lalu mengembannya sebagai risalah ke seluruh penjuru dunia.
Tahap ini ditempuh dengan cara melakukan thalabun nushrah (mencari pertolongan dan dukungan) untuk menjamin keberlangsungan dakwah secara aman dan memperoleh kekuasaan. Partai mencari pertolongan tersebut kepada mereka yang memiliki kemampuan (kekuatan), yakni para Ahlun Nushrah. Tujuannya ada dua macam, yaitu:
1. untuk mendapatkan perlindungan (himayah) sehingga tetap dapat melakukan aktivitas dakwah dalam keadaan aman dan terlindung, dan
2. untuk mencapai tingkat pemerintahan/kekuasaan dalam rangka menegakkan Daulah Khilafah dan menerapkan kembali hukum-hukum berdasarkan apa yang telah diturunkan Allah SWT dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Sekalipun partai telah melakukan upaya mencari pertolongan ini, namun partai tetap melanjutkan seluruh aktivitas-aktivitas yang telah dilakukannya selama ini; mulai dari pembinaan dalam halqah intensif untuk anggotanya maupun untuk masyarakat umum; memberi perhatian penuh kepada umat agar mereka dapat mengemban Islam; mewujudkan opini umum di tengah-tengah umat; berjuang menentang negara-negara kafir imperialis, mengungkap rencana jahat mereka, membongkar persekongkolan mereka; dan menentang para penguasa; hingga aktivitas menetapkan kemaslahatan umat. Partai tetap melanjutkan aktivitas-aktivitasnya ini, dengan harapan mudah-mudahan Allah segera memberikan kepadanya dan kepada seluruh umat Islam suatu kemenangan, keberhasilan dan kesuksesan. Ketika itulah orang-orang yang beriman akan bergembira karena telah tiba nashrullah (pertolongan Allah SWT).

3 komentar:

  1. bagus kang artikelnya. Jazakallohu khoir !!!

    BalasHapus
  2. Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.

    BalasHapus
  3. Bagus Mas artikelnya.. Keep Posting. :D
    ini sama yang sya pljri dihalaqoh, dakwah yang terpenting dari diri kita dulu.
    Hamim Sazadah

    BalasHapus