TOP NEWS

Mitra Dakwah

20 Agustus 2010

Egoisme Bangsa Buah dari Demokrasi



Indonesia adalah Negara Kepulauan yang terbentuk dari berbagai suku bangsa , kepercayaan, bahasa, dan budaya yang beragam. Beragamnya komponen pembentuk Indonesia mendorong penguasa untuk menyatukannya dalam ikatan nasionalisme dengan maksud supaya seluruh warga negaranya bisa satu pandangan, satu perasaan, satu pemikiran, dan satu tujuan, yakni “Untuk Indonesia Yang Lebih Baik”. Keberagaman itu disatukan dengan sebuah semboyan yang disebut “Bhineka Tunggal Ika”, berbeda-beda, tetapi tetap satu jua.

Rakyat Indonesia merasa bangga bisa bersatu dalam Ikatan Nasionalisme. Mereka merasa merdeka dengan ditumbangkannya para penjajah yang melakukan penjajahan secara fisik kepada mereka. Mereka juga berjanji akan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (tercantum dalam pembukaan UUD 1945). Demokrasi kemudian ditetapkan sebagai Sistem Pemerintahannya. Dan Pancasila mereka anggap sebagai Ideologi Bangsa.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah kaum muslimin terbesar di dunia sebagai warga negaranya. Islam masuk ke wilayah nusantara (sekarang menjadi Negara Indonesia) dengan dakwah tanpa kekerasan, tanpa adanya futuhat. Menangnya Bangsa Indonesia dari kaum kafir penjajah tidak terlepas dari perjuangan kaum muslimin. Para ulama dan totoh-tokoh muslim lainnya telah membakar semangat jihad di dalam pemikiran kaum muslimin. Gelora takbir dalam peperangan pun begitu dahsyat bergema, tidak hanya diusung oleh para ulama tetapi tokoh-tokoh yang bergerak atas dasar nasionalisme yang notabene seorang muslim pun turut menyerukan takbir.
Akan tetapi, ketika Bangsa Indonesia merdeka justru para ulama dan pejuang kaum muslimin lainnya seolah-olah tersingkirkan. Para tokoh-tokoh nasionalis menguasai pemerintahan dan mengusung demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Kebanyakan diantaranya tidak ada lagi jiwa kepahlawanan dalam diri mereka. Yang ada adalah sikap egois, yang mementingkan kenyamanan diri dan kadang melupakan kondisi lingkungan. Mereka memanfaatkan posisinya dalam pemerintahan untuk memenuhi egonya yang penuh dengan keinginan dan harapan. Begitupun dengan masyarakatnya, begitu banyaknya harapan dan keinginan mendorongnya untuk memperoleh keinginannya walaupun melebihi apa yang menjadi haknya dan dicapai dengan berbagai cara.

Apa yang sebenarnya terjadi pada Bangsa Indonesia?!

Sejak memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap terjajah. Memang penjajahan secara fisik telah ditiadakan, tetapi penjajahan tetap berlangsung dalam bentuk lainnya. Mereka terjajah dari segi pemikiran, ekonomi, pemerintahan, budaya,dll. Semua itu tidak terlepas dari penjajahan kaum kafir dengan penyebaran ideologi mereka (Kapitalisme). Hasilnya, lihatlah kondisi masyarakat, mereka banyak melakukan kriminalitas, pengangguran yang melimpah, kelaparan, kemiskinan, rendahnya moral, hutang (ber-riba) di jalani, penggusuran tempat tinggal, mahalnya segala kebutuhan,dll.

Masyarakat tidak lagi mementingkan kepentingan orang banyak, mereka lebih mendahulukan kepentingan pribadi terlebih dulu. Sikap egois telah merasuki pemikiran masyarakat tanpa memandang dampak buruk yang lebih besar akibat ulahnya yang egois.

Egoisme Subur di Negara penganut Demokrasi
Egoisme merupakan sikap lebih mementingkan kepentingannya sendiri diatas kepentingan orang (banyak) lain. Sikap egois kini telah merasuki pemikiran Bangsa Indonesia. Ini adalah salah satu akibat dari penerapan Sistem Demokrasi, karena sistem demokrasi ini justru mendorong sikap egois sehingga tidak heran kebanyakan orang-orang yang diatur dengan sistem ini adalah liberal, mereka merasa bebas melakukan apapun semaunya.

Bangsa indonesia sedang menghadapi egoisme yang luar biasa,baik perorangan maupun golongan. Kebanyakan mereka tidak peduli akan urusan orang lain, lebih-lebih kepada orang yang tidak mereka kenal. Telah terjadi degradasi moral yang kian memarah seiring bergulirnya waktu. Kaum muslimin di indonesia kehilangan jati dirinya sebagai seorang muslim, mereka meninggalkan Syariat Islam yang telah Allah wajibkan penerapannya. Mereka justru lebih nyaman dengan sistem kufur yang melahirkan hukum yang dzolim terhadap mereka.

Demokrasi yang mereka harapkan dapat mewujudkan tujuan bangsa, ternyata jelas dengan kasat mata tidak mampu mewujudkannya. Tetapi sebagian dari mereka masih saja berharap pada demokrasi. Mereka tidak sadar dan tidak mau menerima realita bahwasanya negara-negara penganut demokrasi tidak mampu menjadikan negaranya menjadi religius, aman, adil, tentram, dan sejahtera. Demokrasi telah membuat cita-cita mereka justru menjadi apa yang tidak mereka harapkan. Kriminalitas, kerusuhan, individualisme (egoisme), ketidakadilan, ketidaknyamanan, kemiskinan, dan sebagainya tumbuh subur dan merajalela di negara-negara pengusung dan pengekor demokrasi. Itulah beberapa realita yang dihadapi para pengusung dan pengekor demokrasi, tidak hanya Indonesia, tetapi negara-negara lain yang mengusungnya juga mangalami hal yang sama, termasuk Amerika sekalipun.(silahkan cari referensi lain kalau tidak percaya).

Terjebak Pelet Demokrasi

Pesta demokrasi di Indonesia diadakan setiap lima tahun sekali yaitu dengan mengadakan Pemilihan Umum (Pemilu). Penyelenggaraan pemilu di indonesia telah menghabiskan biaya yang sangat besar. Pemerintah rela mngeluarkan biaya yang cukup besar dengan harapan pesta demokrasi ini dapat terlaksana dengan baik dan pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Namun, yang terjadi justru adalah sebaliknya, apa yang diharapkan tidak menjadi kenyataan. Biaya pemilu yang besar akan menjadi sia-sia. Rakyat tetap menderita terjerat kebijakan-kebijakan pemerintah yang selalu merugikan rakyat. Para wakil rakyat yang diharapkan mampu memperjuangkan aspirasi rakyat malah bertindak sebaliknya, mengesampingkan kepentingan rakyat. Mereka egois!. Apa yang mereka lakukan adalah lebih mendahukulan untuk memenuhi kebutuhannya. Berusaha mengembalikan biaya pemilu yang telah mereka keluarkan adalah lebih utama daripada memenuhi janji-janji mereka yang telah mereka lontarkan saat pemilu.

Demokrasi telah mencengkeram Indonesia. Pemerintah Indonesia tidak mau meninggalkan sistem kufur ini dan tidak mau menerapkan Syariat Islam secara kaffah. Mereka merasa nyaman dengan posisinya di pemerintahan hingga berlomba-lomba untuk menduduki pangku kekuasaan. Begitu juga dengan masyarakatnya, walaupun sudah berkali-kali dikecewakan dengan demokrasi tetapi sebagian mereka tetap mendukungnya.

Apa yang terjadi pada Bangsa Indosesia adalah terkena pelet demokrasi. Mereka mengetahui kebokrokan-kebobrokan demokrasi tapi mereka tidak mau meninggalkannya. Mereka menilai masih ada kebaikan dari demokrasi yang menjadikan mereka tetap mempertahankan sistem ini. Mereka tidak mau menerapkan solusi yang Islam tawarkan hanya karena alasan yang tidak bisa dibenarkan. Mereka ketakutan akan sistem pemerintahan Islam yang adil dan tegas. Mereka tidak melihat kebaikan-kebaikan yang luar biasa dari penerapan sistem pemerintahan islam.

Pemerintah tidak mau bercermin pada kepemimpinan Rasulullah Saw sebagai suri tauladan yang baik dalam membentuk pola sikap dan pola pikir bangsa sehingga dengan kepemimpinan Beliau Saw terbangunlah Masyarakat Islami yang agung dan penuh barokah. Rasulullah Saw menerapkan Syariat Islam secara kaffah ketika Beliau Saw menjabat sebagai Khalifah Daulah Islam (Negara islam). Disusul dengan kepemimpinan Kulafaur Rasyidin dan khalifah-khalifah sesudahnya yang juga menerapkan Syariat Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyyah. Sesunggauhnya rahasia kejayaan kaum muslimin yang memimpin dunia 13 abad lamanya adalah diterapkannya Syariat Islam secara kaffah di muka bumi.

0 komentar: